Saturday, April 30, 2011

Perdarahan Post Partum

1.Definisi.
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan darah sebanyak lebih dari 500 ml setelah melakukan persalinan per vaginal atau lebih dari 1000 ml setelah melakukan persalinan per abdominal. Selain ini juga diketahui, bila keadaan ini terjadi terus kurang dari 24 jam, perdarahan ini dapat kita sebut dengan perdarahan post partum yang primer (early postpartum haemorrage), sedangkan perdarahan yang terjadi selama lebih dari 24 jam disebutkan dengan perdarahan post partum yang sekunder (late postpartum haemorrage).

2. Etiologi
Banyak penyebab yang menyebabkan keadaan kehilangan darah pada pasca persalinan. Paling banyak prevalensinya didapatkan penyebab dari perdarahan post partum ini dikarenakan adanya atonia uteri. Atonia uteri merupakan suatu kondisi dimana lumpuhnya otot – otot rahim sehingga tidak dapat menghentikan perdarahan dengan retraksi dan kontraksi dari serat – serat miometrium uterus. Selain ini, penyebab lainnya bisa berupa perdarahan yang dikarenakan perobekan (laserasi) jalan lahir, Sisa – sisa plasenta yang tertinggal, retensio plasenta maupun kelainan pembekuan darah yang diderita.
Jika kita menemukan suatu keadaan perdarahan pasca partus khususnya partus spontan, kita bisa mencurigai beberapa etiologi yang telah dijabarkan diatas dengan melihat tanda – tanda klinis serta melakukan beberapa pemeriksaan pada pasien, salah satunya seperti :
1. Dilakukan palpasi, untuk mengetahui tinggi fundus dan kontraksi uterinya
2. Memeriksa plasenta dan ketuban, apakah lengkap?
3. Lakukan eksplorasi pada kavum uteri, apakah ada sisa – sisa plasenta, apa kah maupun ada robekan jalan lahir.
4. Kita lakukan inspekulo untuk melihat robekan pada serviks jika ada dan varises yang ada
5. Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan periksa darah, Hb, dab COT.

1. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan suatu kondisi dimana serat – serat miometrium dari uterus tidak lagi dapat untuk beretraksi dan kontraksi sehingga serta tidak menjepit vaskuler - vaskulernya, sehingga dapat dijadikakan sebagai bahan – bahan makan. Insidensi atonia uteri dilatarbelakangi oleh beberapa faktor predisposisinya antara lain umur (umur kehamilan tua atau muda), sisa plasenta dan selaput ketuban, jalan lahir dengan robekan perineum, obstetri operatif dan narkosa, kelainan pada uterus, keadaan sosio ekonominya serta berbagai penyakit yang berkaitan ragam mengenai darah.
Adapun penyebab – penyebab terjadinya atonia uteri itu adalah :
a. Terjadinya disfungsi uterus. Dengan kata lain terjadinya atonia uteri primer
b. Adanya penatalaksanaan yang salah pada Kala III yaitu kala pengeluaran placenta Mencoba untuk mempercepat kala III, dorongan dan pemijitan yang bertujuan mengeluaran bayi dan placentanya teridiri membuat laserasi atau perobekan pada jalan lahir.
c. Akibat karna anestesi yang dalam dan lama sehingga terjadilah proses relaksasi dari miometrium uteri yang terjadi terus menerus
d. Kerja uterus yang sangat kurang efektif selama kala persalnin yang kemungkinan besai yang akan diikutioleh kantraindikasi.
e. Terjadinya overdistensi : uterus yang mengalami depresi secara besar-besaran akbibat keadaan distensi yang terlalu lama.
f. Kelemahan akibat partus lama, pada orang yang mengalami partus lama, uterusnya cenderung untuk lelah dalam berkontraksi jikalau anak yang selanjutnya bakal lahir.
g. Kelemahan uterus akibat paritas (multigarand eporawistoyo)
h. Terdapatnya Mioma uteri. Dalam melihat adanya perdarahan yang keluar.
i. Melagurkan dengan tindakan dalam keadaan ini mencakup prosedur operatif seperti dokter.
Penatalaksanaan Atonia uteri.
Pada prinsipnya yang paling penting kita lakukan itu adalah :
1. Resusitasi
Penanganan pertama, karna pasien dalam keadaan kehilangan darah, untuk sementara kita mesti harus menatalaksanaan dalam primary survey yaitu A, B dan C yaitu pemberian oksiganisasi dan pemberiaan cairan cepat, memonitoring tanda – tanda vital sign, monitoring jumlah urin dan saturasi oksigen.
2. Masase dan kompresi bimanual
Tindakan masase dan kompresi bimanual ini bertujuan untuk merangsang kontraksi dari miometrium di uteri, sehingga dapat menekat pembuluh darah disekitarnya sehingga perdarahan yang keluar tidak begitu banyak. Tindakan ini dilakukan terlebih dahulu jika telah dinyatakan kalau pasien berada dalam kondisi atonia uteri.
3. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
4. Uterine lavage
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.





Menurut Clinical care and treatment Guidelines for Postpartum Haemorraghe, primary survey yang kita lakukan pada pasien dengan perdarahan post partum.seperti
1. Berteriak untuk memanggil bantuan (tenaga medis)
2. Pertama kali, lakukan evaluasi pada kondisi umum pasien secara cepat dan keseluruhan contohnya menilai vital sign pasien yang meliputi tekanan, darah,denyut nadi dan suhu)
3. Jikaditemukan tanda – tanda syok, cepat atasi syok dengan pemberian cairan secara Intra vena dan oksigenasasi dan jangan lupa untuk memasang kateter untuk melakukan monitoring pada cairan yang diberikan
4. Lakukan Masase pada uterus untuk membantu uterus berkontraksi yang bertujuan untuk meneluarkan bekuan – bekuan darah pada uterus yang mana jika dibiarkan lama di uterus, bekuan darah itu akan menghambat keefektifan kontraksi uterus.
5. Berikan oksitosin 10 Unit IV
6. Periksa plasenta (apakah sudah lengkap)
7. Periksa sekitar cervix, vagina dan perineum.

PASIEN DENGAN PERDARAHAN BANYAK
SETELAH MELAHIRKAN

Periksa darah lengkap serial,
Golongan darah dan cross test,
Periksa faktor koagulasi
Faktor predisposisi
- Atonia uteri
- Retensi Plasenta
- Trauma Traktus Genitalia
- Riwayat perdarahan
- Retensi Plasenta

Predisposisi atonia uteri :
• Grandemultipara
• Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr)
• Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
• Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn)
• Partus lama (exhausted mother)
• Partus precipitatus
• Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)
• Infeksi uterus
• Anemi berat
• Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)
• Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual
• Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas
• IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)
• Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.
a. Pemerikasan tanda – tanda vital
1. Pemeriksaan suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia.
2. Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
3. Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
4. Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.
LAKUKAN PENILAIAN
• Tanyakan :
 Apakah terdapat kehamilan ? - Umur kehamilan?

 Apakah terdapat nyeri abdomen ?
 Setelah 22 minggu kehamilan, tanyakan apakah :
- Sekarang sudah melahirkan, tgl. Melahirkan
- Plasenta telah lahir
- Perdarahan lambat dan berlangsung lama (berapa lama) atau tiba-tiba banyak.
• Periksa  Vulva : banyaknya perdarahan, trauma
 Vagina : laserasi, plasenta
 Serviks : hasil konsepsi, laserasi
 Uterus : retensio plasenta, atonia
 Kandung kemih : penuh
 Pada tahap ini, jangan lakukan pemeriksaan per vaginam

STABILKAN KONDISI PASIEN
• Hentikan perdarahan. Lakukan penilaian penyebab perdarahan berdasarkan umur kehamilan dan berikan tindakan yang sesuai.

PERTIMBANGKAN
• Abortus
• Kehamilan ektopik.
• Kehamilan mola

Perdarahan per vaginam pada awal kehamilan
• Abruptio plasenta
• Ruptura uteri
• Plasenta previa

Perdarahan per vaginam setelah 22 minggu kehamilan atau pada persalinan sebelum bayi lahir
• Atonia uteri
• Robekan serviks dan vagina
• Retensio plasenta
• Uterus terbalik

Perdarahan pervaginam setelah bayi lahir

Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda – tanda komplikasi dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi
1. Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus ( fragmen – fragmen plasenta tertahan ).
2. Sistem vaskuler
a. Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap jam berikutnya.
b. Tensi diawasi setiap 8 jam.
c. Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.
d. Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau.
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda – tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas.
d. Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak.
e. Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum.
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan ( sub involusi ).
4. Traktus urinarus
Diobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan lain – lain.
5. Traktur gastro intestinal.
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.
6. Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi
2. Menentukan adanya gangguan kongulasi
Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.
Sistem Rujukan
Fungsi sistem rujukan maternal dan neonatal akan menjadi tonggak utama untuk melakukan penurunan AKI dan AKB. Sistem rujukan kegawatdaruratan mengacu pada prinsip kecepatan dan tindakan, efisien, efektif, sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas saat itu.
Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal.
• Bidan di Desa dan Polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil / ibu bersalin dan ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan normal, Bidan di Desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada Puskesmas, Puskesmas PONED dan Rumah Sakit PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai.
• Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang sendiri maupun dirujuk oleh kader / Dukun / Bidan di Desa sebelum melakukan rujukan ke Puskesmas PONED dan Rumah Sakit PONEK.
• Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil / ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, Bidan di Desa dan Puskesmas. Puskesmas PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada Rumah Sakit PONEK.
• RS PONEK 24 Jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan PONEK langsung terhadap ibu hamil / ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, Bidan di Desa Puskesmas dan Puskesmas PONED.
• Pemerintah Propinsi/Kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal. Ketentuan tentang persalinan yang harus ditolong oleh tenaga kesehatan dapat dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah, sehingga deteksi dini kelainan pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi kehamilan dan persalinan
• Pokja/Satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama lintas sektoral di tingkat Propinsi dan Kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta kegawatdaruratan yang mungkin timbul oleh karenanya. Dengan penyampaian pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan adanya dukungan nyata masyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 Jam
• Rumah Sakit Swasta, Rumah Bersalin dan Dokter/Bidan Praktek Swasta dalam sistem rujukan PONEK 24 Jam diharuskan melaksanakan peran yang sama dengan RS Ponek 24 Jam, Puskesmas PONED dan Bidan dalam jajaran pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 Jam sebagai kelengkapan pembinaan pra rumah sakit
Apabila tindakan yang dilakukan pada kasus perdarahan postpartum tidak berhasil untuk menimbulkan kontraksi uterus yang adekuat sehingga menghentikan perdarahan yang terjadi, maka rujukan akan menjadi alternatif terakhir.
Dalam melakukan rujukan perlu dipertimbangkan beberapa prinsip rujukan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal:
o Komunikasi awal harus sudah dilakukan sebelum dan selama proses rujukan dilaksanakan.
o Rujukan harus dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas dan kemampuan untuk melakukan tindakan yang lebih baik bagi kondisi pasien.

Prognosis dan komplikasi

Komplikasi Awal
1. Perdarahan
Pembuluh darah yang tidak terikat dengan
baik.Pastikan bahwa perdarahan tidak berasal
dari uterus yang atonik
2. Hematoma
Mengumpulnya darah pada dinding vagina yang
biasanya terjadi akibat komplikasi luka pada
vagina. Terlihat pembengkakan
vagina/vulva,nyeri hebat & retensio urine
– Heting dalam matras
– Insisi

Komplikasi Lanjut
1. Jaringan parut dan stenosis
(penyempitan) vagina
2. Jaringan parut pada serviks
3. Vesiko-vagina,vesiko-serviks/fistula
rekto-vagina

Prognosis
Perdarahan pascapersalinan masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun dengan pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan pascapersalinan masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern: ”Perdarahan pascapersalinan tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan pascapersalinan, Mochtar R.ddk, melaporkan angka kematian ibu 7,9% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.

DAFTAR PUSTAKA
Sarwono P. Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 1999.
Abdul BS, Gulardi HW, Biran A, Djoko W, editor. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Ed. 1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2002.
Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Cetakan VII. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 1999.
Join Statement Management of The Third Stage of labour to Prevent Post Partum Haemmorage. International Confederation of Midwives (ICM); International Federation of Gynaecologist and Obstetricians (FIGO)
Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Post Partum dalam Upaya Menurunkan Morbiditas dan Mortalitas Maternal

~INDAH PRASETYA PUTRI ~ avalaible : imindah.blogspot.com

Friday, April 29, 2011

The Royal Wedding !!


"Watching Live on The Royal Channel YouTube..Happy Wedding!"

Saturday, April 23, 2011

Keracunan Organofosfat

Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP) dan oktamil pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.
Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.

Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.


Tanda – tanda Keracunannya
1. Efek muskarinik : singkatan DUMBELS berguna untuk mengingat karena gejala dan
tanda ini berkembang lebih awal, 12-24 jam setelah ingestion.
D Diare
U Urinasi
M Miosis (absent pada 10% kasus)
B Bronchorrhoe/bronkospasme/bradikardi
E Emesis
L lacrimasi
S salivation dan Hipotensi

2. Efek Nikotinik
a. Diaforesis, hipoventilasi, dan takikardi
b. Fasikulasi otot, kram dan kelemahan yang menyebabkan flaccid muscle
paralysis

3. Efek CNS
a. Ansietas dan insomnia
b. depresi nafas
c. Kejang dan koma
Penatalaksanaan
Penilaian awal ABCD dan penanganan
A.Airway
Yang di nilai :
- Look : Ada gerak napas(ada,pernafasan 28x/menit),
- Listen : ada suara tambahan, pada kasus ini terdengar suara snoring (jatuh pangkal lidah)
- Feel : Ada atau tidaknya ekshalasi
Suara tambahan yang terdengar dapat berupa :
• Gurgling : sumbatan oleh cairan
• Stridor : sumbatan pada plika vokalis
• Snoring : sumbatan akibat jatuhnya pangkal lidah ke belakang
Penanganan Airway
Pada kasus ini untuk airway tidak bermasalah, hanya saja kita mesti harus memastikan juga bahwa memastikan tidak ada sumbatan jalan nafas dengan melakukan chin lift ataupun jaw trust. Karna pasien mengeluarkan busa dari mulutnya kalau bisa dilakukan pembersihan terlebih dahulu terhadap busa – busa yang mengumpul di mulut pasien. Jika airway telah terlaksa kita lanjutkan pada pemeriksaan breathing.


B. Breathing
Penilaian :
look : ada adanya terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
listen : Suara nafas pada kedua paru-paru
Feel : merasakan udara keluar dari mulut dan hidung

Penanganan Breathing
Jika terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas, mungkin terdapat masalah pada pernapasannya, saat terlihat retraksi otot-otot pernapasan tapi kedua gerak dada simetris, penanganan yang dapat kita berikan adalah pemberian terapi oksigen .
Indikasi terapi oksigen jangka pendek:
• Hipoksemia akut (PaO2< 60 mmHg: SaO2 < 90%) • Henti jantung dan henti napas • Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg) • Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18 mmol/L) C. Circulation Penilaian sirkulasi Tanda klinis syok : • Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah • Capillary refill time > 2 detik
• Nafas cepat
• Nadi cepat > 100
• Tekanan darah sistole < 90-100 • Kesadaran : gelisah s/d koma Penangan sirkulasi D. Disability Penilaian Disability Pemeriksaan neurologis singkat: • AVPU Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat A = Alert/Awake : sadar penuh V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri U = Unresponsive : tidak bereaksi • GCS (Glasgow coma scale) => GCS pada kasus 11

SECONDARY SURVEY

Anamnesis :
A : Alergi
M: Medikasi (obat-obat yang biasa digunakan)
P : Past Ilness (Penyakit Penyerta, Pregnancy)
L : last meal
E : Event/ Environment

Pemeriksaan Fisik : Head to Toe

Kepala
Vertebra servikalis dan leher
Toraks
Abdomen
Perineum/rektum/penis
Musculo-skeletal
Neurologis

Pemeriksaan penunjang
radiologi
Pemeriksaan Lba : darah, urine
Analisa gas darah

MONITORING

Setelah memberikan penanganan awal kepada pasien, perlu untuk selalu melakukan monitoring terhadap keadaan:
• Airway, Breathing, Circulation, Disability
• Tanda vital : TD, nadi, suhu, pernapasan

SYARAT RUJUKAN
Ø Kemampuan dokter dan tempat lyanan kesehatan tidak memadai
Ø Keadaan yang mengancam jiwa harus tertangani terlebih dahulu (A,B,C,D)
Ø Dokter yang merujuk menyertakan dokumen mengenai identitas pasien,hasil anamnesis dan kondisi pasien
Ø Tersedia layanan rujukan seperti transportasi dan perawat yang berpengalaman untuk ikut serta
Ø Dokter dan rumah sakit yang menerima pasien bersedia dan dapat memberikan penanganan kepada pasien

Pasien pada kasus ini dapat kita rujuk langsung ke Instalasi Gawat Darurat.

Penatalaksanaan
1. Mencegah kontak selanjutnya, misalnya dengan menggunakan sarung tangan karet, segera melepaskan pakaian yang terkontaminasi, mencuci kulit sampai bersih dengan sabun dan air, dan terakhir melakukan sekaan dengan etil akohol.
2. Aspirasi dan bilas lambung bila racun tertelan.
3. Terapi suportif intensif dengan perhatian khusus untuk mempertahankan pernapasan dan koreksi sianosis
4. Segera setelah sianosis teratasi, harus diberikan atropin sulfat 2 mg iv dan diulangi dengan interval 5-10 menit sampai tercapai atropinisasi. Teruskan dengan dosis efektif untuk sedikitnya tiga hari. Atropin jangan diberikan pada pasien yang masih sianosis karena dapat menginduksi ventrikel. Tidak luar biasa bila diperlukan sampai 50 mg atropin dalam 24 jam pertama dan bahkan diberikan sampai 1,5 g kepada seorang anak dalam waktu 1 hari. Hal ini mengharuskan tersedianya atropin dalam jumlah banyak.
5. Pralidoksim adalah suatu reaktivator kolinesterase spesifik dan harus digunakan di samping atropin. Diberikan dalam suntikan 30 mg/kg BB (yaitu di atas 1-2 g) iv dengan kecepatan yang tidak melebihi 500 mg per menit dan diulang tiap setengah jam, bila perlu. Setelah menyuntikkan pralidoksim efek atropin dapat menjadi lebih jelas dan mungkin diperlukan penurunan dosis atropin. Sayangnya pralidoksim tidak melintasi sawar otak sehingga beberapa hari dan bahkan sampai berminggu-minggu, gangguan psikis masih pada pasien tersebut. Pengobatan altenatif yang dapat melintasi sawar otak dan bekerja lebih cepat dan pada pralidoksim dengan efek samping yang kurang adalah obidoksim (Toxogonin®). Obat ini dapat pula digabungkan dengan atropin dan akan menghasilkan reaksi pengobatan yang baik. Obidoksim diberikan melalui suntikan im dengan dosis 3 mg/kg BB
6. Bila diperlukan sedasi atau pengontrolan konvulsi, barbiturat dengan masa kerja singkat dapat digunakan tetapi harus sangat berhati-hati. Aminofilin, morfin, dan fenotiazin tidak boleh diberikan.

Yang pertama kali yang harus diidentifikasi yaitu jenis dari cairan yang ditelan dan langsung mengobservasi kegawatdaruratan yang ada dengan tindakan penyelamatan pertama . Kemudian setelah stabil dilakukan tindakan untuk mengeliminasi racun dengan perangsangan muntah Akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelan bahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsang muntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambat motilitas ( memperpanjang pengosongan lambung )
Penjelasan Penatalaksanaan

Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong. Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.

Eliminasi

Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
bilas lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.

Anti dotum
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala
atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

Prognosis :
Bila pengobatan baik, 4 s/d 6 jam dapat tertolong.






DAFTAR PUSTAKA
R. Kamanyire and L. Karalliedde.Organophosphate toxicity and occupational Exposure. Occupational Medicine 2004;54:69–75.DOI: 10.1093/occmed/kqh018

Michael Eddlestona,et all. Management of acute organophosphorus pesticide poisoning. Published as: Lancet. 2008 February 16; 371(9612): 597–607.


Buku Kedaruratan Klinis
Buku ATLS (Advanced Trauma Life Supports) Ed.6
Nurlaila, et all.Evaluation on Management of Pesticide Poisoning of Hospitalized Patients in Hospital A Yogyakarta during the Period of January 2001 until December 2002.Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada; Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 149 – 154, 2005