Wednesday, July 7, 2010

Menularkah AIDS Melalui Ciuman?


AIDS (Acquired Imunodeficiency Syndrom) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sebuah retrovirus (suatu golongan virus) yang menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia, terutama CD4-T cell dan macrophage (komponen vital dari sistem kekebalan tubuh) dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Hilangnya atau berkurangnya sistem kekebalan / daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun. Jadi, virus ini bukan sumber infeksi atau penyakitnya sendiri. Oleh karena itu, kebanyakan pasien AIDS meninggal dunia akibat pneumonia atau penyakit infeksi lainnya, bukan karena HIV, di mana keadaan tubuh penderita sudah tidak mampu lagi melawan penyakit tersebut. Yang harus diingat adalah HIV positif bukan berarti AIDS, AIDS terjadi bila seluruh sistem kekebalan tubuh sudah rusak. Ketika tubuh manusia terkena virus HIV, maka orang yang terinfeksi HIV tersebut tidak langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan sesuai dengan perjalanan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. Sehingga, dapat dikatakan, AIDS merupakan stadium terakhir dari infeksi HIV.

Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Virus penyebab AIDS diidentifikasi oleh Luc Montagnier pada tahun 1983 yang pada waktu itu diberi nama LAV (lymphadenopathy virus) sedangkan Robert Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang saat itu dinamakan HTLV-III. Akan tetapi, dari beberapa literatur sebelumnya telah ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans AIDS pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan tahun 1987, yaitu pada seorang warga negara Belanda di Bali. Kasus kedua infeksi HIV ditemukan pada bulan Maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo.

Dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS sesudah 13 tahun, dan kemudian meninggal. Oleh karena itu, jagalah tubuh Anda dengan menghindari hal-hal yang mendukung penyebaran HIV.

Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut (3-6 minggu setelah terinfeksi). Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam / kemerahan, diare atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Meskipun tanpa gejala, secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk. Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-progressor).

Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan kaena tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 3-6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela). Dalam masa ini, bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walaupun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV.

Seiring dengan memburuknya kekebalan tubuh, orang yang terinfeksi HIV mulai menampakan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik (infeksi tambahan yang terjadi bersamaan dengan infeksi lainnya), seperti berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat, demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan), rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan), batuk berkepanjangan (lebih dari satu bulan), TBC, kelainan kulit dan iritasi (gatal), infeksi jamur, herpes, dan lainnya.

Penularan HIV/AIDS terjadi melalui :

o Cairan darah :
+ Melalui transfusi darah / produk darah yang sudah tercemar HIV
+ Lewat pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa disterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik dikalangan pengguna narkotika suntikan
+ Melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali (tidak diganti baru) dalam kegiatan lain, misalnya : peyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat facial wajah
o Cairan sperma dan cairan vagina :

+ Melalui hubungan seks, baik homoseksual maupun heteroseksual yang dapat terjadi melalui cara penetratif (penis masuk ke dalam vagina/anus), tanpa menggunakan kondom, sehingga memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk hubungan seks lewat vagina) atau tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi dalam hubungan seks lewat anus.

Hubungan seksual secara anal (lewat dubur) paling berisiko menularkan HIV, karena epitel mukosa anus relatif tipis dan lebih mudah terluka dibandingkan epitel dinding vagina, sehingga HIV lebih mudah masuk ke aliran darah. Dalam berhubungan seks vaginal, perempuan lebih besar risikonya daripada pria karena selaput lendir vagina cukup rapuh. Di samping itu, karena cairan sperma akan menetap cukup lama di dalam vagina, kesempatan HIV masuk ke aliran darah menjadi lebih tinggi. HIV di cairan vagina atau darah tersebut, juga dapat masuk ke aliran darah melalui saluran kencing pasangannya.

+ Air Susu Ibu :

+ Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan melahirkan lewat vagina (lahir secara alamiah, tidak dengan sesar), kemudian menyusui bayinya dengan ASI.

Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi (Mother-to-Child Transmission) ini berkisar hingga 30%, artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV positif.

Oleh karena itu, kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS terdapat pada pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya, serta narapidana. Namun, saat ini, infeksi HIV/AIDS juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko maupun masyarakat umum.

Sebuah survei yang dilakukan di Tanjung Balai Karimun menunjukkan peningkatan jumlah pekerja seks komersil (PSK) yang terinfeksi HIV, yaitu dari 1% pada tahun 1995/1996 menjadi lebih dari 8,83% pada tahun 2000.

Fakta yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa peningkatan infeksi HIV yang semakin nyata pada pengguna narkotika, yang sebagian besar adalah remaja dan usia dewasa muda yang merupakan kelompok usia produktif. Anggapan bahwa pengguna narkotika hanya berasal dari keluarga broken home dan kaya tampaknya semakin luntur. Pengaruh teman sebaya (peer group) tampaknya lebih menonjol. Penggunaan narkotika suntik mempunyai risiko tinggi untuk tertular oleh virus HIV atau bibit-bibit penyakit lain yang dapat menular melallui darah. Survey yang dilakukan di RS Ketergantungan Obat di Jakarta menunjukkan peningkatan kasus infeksi HIV pada pengguna narkotika yang sedang menjalani rehabilitasi, yaitu 15% pada tahun 1999, meningkat cepat menjadi 40,8% pada tahun 2000, dan 47,9% pada tahun 2001.

Surveilens pada donor darah dan ibu hamil biasanya digunakan sebagai indikator untuk menggambarkan infeksi HIV/AIDS pada masyarakat umum. Persentasi kantung darah yang dinyatakan tercemar HIV/AIDS jumlahnya makin lama makin meningkat, yaitu 0,002% pada periode 1992/1993, 0,003% pada periode 1994/1995, 0,004% pada periode 1998/1999 dan 0,016% pada tahun 2000.


Bagaimana dengan cairan tubuh yang lain, misalnya air ludah yang dapat ditularkan melalui ciuman? Dapatkah menularkan HIV?

Meskipun HIV dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dalam air ludah dari seseorang yang terinfeksi HIV, akan tetapi tidak ada bukti yang kuat bahwa air ludah dapat menularkan infeksi HIV, baik dari ciuman maupun dengan cara lainnya. Selain itu, air ludah mengandung bahan-bahan penghambat pertumbuhan mikroorganisme, seperti enzim lisosim, laktoperosidase (suatu enzim), serta faktor antivirus endogen, yang diantaranya adalah imunoglobulin spesifik HIV isotipe IgA, IgG, dan IgM yang dapat dideteksi pada air ludah dari orang yang terinfekasi HIV.

Dalam air ludah juga diperkirakan terdapat glikoprotein yang besar seperti musin (seperti lendir) dan trombospodin-1 yang membuat virus HIV terkumpul menjadi satu seperti suatu kumpulan (aggregates) sehingga dapat dibersihkan oleh manusia (host/pejamu).

Lalu, beberapa faktor yang mudah larut yang terdapat dalam air ludah juga dapat menghambat HIV dengan jumlah yang bervariasi.

Hal lain yang menyebabkan virus HIV tidak dapat ditularkan melalui air ludah adalah karena virus HIV hanya bermarkas di dalam limfosit-T, di mana limfosit-T adanya di dalam darah, bukan di air ludah.

Selain itu, terdapat suatu penelitian yang mengatakan bahwa secretory leukocyte protease inhibitor (SLPI) dapat memblok infeksi HIV dan zat ini terdapat dalam air ludah dengan jumlah yang mendekati untuk berkembangbiaknya HIV secara in vitro.

Akan tetapi, kalau Anda berciuman dengan seseorang yang HIV-positif kemudian terjadi perdarahan maka jika darah yang HIV-positif tadi masuk ke tubuh Anda saat ciuman, Anda pun dapat berisiko tertular HIV. Risiko akan besar kalau sedang terjadi sariawan karena terdapat luka-luka di rongga mulut yang bisa menjadi pintu masuk HIV. Sama halnya dengan berjabat tangan (kontak fisik), kontak fisik pun tentu tidak bisa menjadi media penularan kalau tidak terjadi perdarahan ketika bersalaman.

Penyebaran HIV melalui gigitan manusia dapat terjadi tetapi hal ini merupakan peristiwa yang jarang. Hanya empat kasus dari seluruh penyebaran HIV yang pernah dilaporkan. Penyebaran HIV melalui cairan tubuh lain, seperti air mata, keringat dan air kencing juga tidak mempunyai bukti yang kuat bahwa HIV dapat menular melalui cairan-cairan tersebut. Jadi, makan dan minum bersama, atau pemakaian alat makan minum bersama, pemakaian fasilitas umum bersama, seperti telepon umum, WC umum, dan kolam renang, ciuman, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya tidak dapat menularkan HIV, kecuali bila dalam kontak tersebut terdapat kontak darah, baik yang terlihat (berdarah dalam jumlah banyak) maupun tidak terlihat (berdarah dalam jumlah sedikit). Gigitan nyamuk pun tidak mempunyai bukti dalam menularkan HIV.


Bagaimana cara pencegahan penyebaran HIV?

* Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka. Jangan bergantian.
* Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan penularan HIV).
* Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya, sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.
* Abstinensi (puasa tidak melakukan hubungan seks). Apabila ingin melakukan hubungan seks yang mengandung risiko, dianjurkan melakukan seks aman dan menggunakan kondom.
* Melakukan prinsip monogami, yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya.
* Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar.



Karena penularan HIV lewat cairan tubuh seperti air ludah, keringat, air kencing, air mata tidak terjadi, maka janganlah kita mempunyai perasaan yang jijik atau jorok ketika kita berkontak biasa dalam kehidupan sehari-hari dengan penderita AIDS. Kita semua diharapkan untuk tidak mengucilkan dan menjauhi penderita HIV karena mereka membutuhkan bantuan dan dukungan agar bisa melanjutkan hidup tanpa banyak beban. Mereka juga adalah manusia yang sama seperti kita yang ingin merasakan kehidupan sosial yang sama seperti kita.

Sumber :

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed.4. Editor : Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B. , Alwi, I. , Simadibrata K. , Marcellus, Setiati, S. Jakarta : FKUI.

Fauci, Anthony S. dkk. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine Vol. 1, 17th ed. New York : McGraw-Hill.

http://chaliciousgealgeol.wordpress.com

http://konsultasikesehatan.epajak.org

http://senyumsehat.wordpress.com

http://www.geocities.com

http://www.infopenyakit.com

No comments:

Post a Comment