Monday, May 9, 2011

Kejang Pada Anak

Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.
Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atau kejang yang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran. Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan dan berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat atau meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang.Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.

Ada banyak alasan anak mulai kejang, termasuk kejang febris, cerebral malaria dan meningitis/ensefalitis, tetapi manajemen sama. Sangat penting kejang berhenti, karena kalau anak kejang lama, ini menyebabkan banyak masalah dengan otak dengan akibat anak lumpuh atau cacat.
Inisial Assasement (primary survey)
I Kalau ada masalah dengan Airway, memperbaiki ini-misalnya isap minuman/lendir/makanan dari mulut/hidung, dan masukkan myop kalau bisa.
II Berikan oxygen ½ -2 l/menit
III Pasang infuse dan cek GDS. Kalau GDS kurang dari 65, memberikan D10% 5cc/kg berat badan iv dan ikut protocol GDS.

Timbang berat badan anak.

IV Memberikan diazepam iv ATAU, kalau tidak bisa pasang infuse, berikan diazepam lewat anus (per rectum).Berat badan/kg Jumlah diazepam iv Jumlah diazepam per rectum

2 kg 0,1 cc 0,3 cc
3-5 kg 0,3 cc 0,5 cc
6-10 kg 0,5 cc 1 cc
> 10 kg 1 cc 1 cc

Evaluasi 5 menit


V Kalau masih kejang, ulang Diazepam dosis sama dengan di atas

Berat badan/kg Jumlah phenytoin (dilantin) masukkan dalam NaCl/cc
2-3 1 cc
4-6 2 cc
7-9 3 cc
10-11 4 cc
12-15 5 cc
16-17 6 cc


VI Kalau masih kejang, berikan phenytoin injeksi (Dilantin) dicampur dengan NaCl 50cc (dalam flabot kosong), tetes 100/menit (micro), 50 tts/menit (macro) ATAU, kalau anak kurang dari 11 kg, bisa campur phenytoin dengan NaCl 20cc, dan berikan langsung iv pelan-pelan (selama 10-15 menit).

jumlah phenytoin (Dilantin) /cc masukkan dalam 50cc NaCl
Kalau tidak ada injeksi phenytoin (dilantin) berikan Phenobarbital im, dosis seperti ini:

Umur Dosis Phenobarbital im
Umur < 1 bulan 0,6 cc im (30 mg) Umur 1 bulan- 1 tahun 1 cc im (50 mg) Umur > 1 tahun 1,5 cc im (75 mg)

Evaluasi 20 menit

VII Kalau masih kejang, mulai infuse diazepam. Masukkan diazepam dalam D½ dan mulai dengan tetes 40 tts/menit (micro), atau 14 tts/menit (macro). Dosis diazepam 0,1mg/kg/jam, infuse selama 12 jam:



dosis diazepam infuse:
Berat badan/kg Jumlah diazepam masukkan dalam D½ (40 tts/menit micro, 14 tts/menit macro) / cc
2 0,5 cc (2,5mg)
3-5 1 cc (5mg)
6-7 1,5 cc (7,5mg)
8-9 2 cc (10mg)
10-11 2,5 cc (12,5mg)
12-13 3 cc (15mg)
14-15 3,5 cc (17,5mg)
16-17 4 cc (20mg)
18-19 4,5 cc (22,5mg)
20 5 cc (25mg)

VIII Kalau masih kejang:

1) Kalau bisa, anaesthesi umum
2) Kalau tidak ada fasilitas untuk anaesthesi umum, naik dosis dalam diazepam infuse sampai 0,2mg/kg/jam (jumlah tetes sama dengan di atas):
dosis diazepam kalau anak masih kejang:

berat badan/kg Jumlah diazepam masukkan dalam D½ (40 tts/menit micro, 14 tts/menit macro) / cc
2 1 cc (5mg)
3-5 2 cc (10mg)
6-7 3 cc (15mg)
8-9 4 cc (20mg)
10-11 5 cc (25mg)
12-13 6 cc (30mg)
14-15 7 cc (35mg)
16-17 8 cc (40mg)
18-19 9 cc (45mg)
20 10 cc (50mg)

Manajemen setelah kejang berhenti.
Mulai phenytoin atau Phenobarbital, dosis seperti ini:
Berat badan/kg Dosis Phenobarbital (tablet 30mg) Dosis Phenilep (tablet 100mg)
2-4 2 X ¼ tablet 2 X 1/10 tablet
5-7 2 X ½ tablet 2 X 1/6 tablet
8-10 2 X ¾ tablet 2 X ¼ tablet
11-13 2 X 1 tablet 2 X ⅓ tablet
14-16 2 X 1 ¼ tablet 2 X ⅓ tablet
17-19 2 X 1 ½ tablet 2 X ½ tablet
20-22 2 X 1 ¾ tablet 2 X ½ tablet
23-25 2 X 2 tablets 2 X ¾ tablet

PERHATIAN:
DIAZEPAM BISA MENYEBABKAN NAPAS BERHENTI KALAU DIBERIKAN TERLALU BANYAK. BERIKAN SEMUA DOSIS DIAZEPAM PELAN-PELAN. KALAU ANAK MULAI BERHENTI NAPAS, LANGSUNG MULAI RESUSITASI DENGAN AMBUBAG. LANJUT DENGAN AMBUBAG SAMPAI
ANAK NAPAS SPONTAN.
Protocol Developed by Dr Alison Hoe, Paedeatric Doctor Volunteer, January 2005-January 2006, Rumah Sakit Karitas, West Sumba

Penyebab Tersering kejang

Kejang demam
- Infeksi: meningitis, ensefalitis
- Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia,
hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal,
gagal hati, gangguan metabolik bawaan
- Trauma kepala
- Keracunan: alkohol, teofilin
- Penghentian obat anti epilepsi
- Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial,idiopatik

Penghentian kejang:

0 - 5 menit:
- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik
- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan
oksigen
- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan
neurologi secara cepat
- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 – 10 menit:
- Pemasangan akses intarvena
- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit
- Pemberian diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal
0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).
Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu – dua kali setelah 5 –
10 menit..
- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 – 15 menit
- Cenderung menjadi status konvulsivus
- Berikan fenitoin 15 – 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%
- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 – 10 mg/kgbb sampai maksimum
dosis 30 mg/kgbb.

30 menit
- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg
dengan interval 10 – 15 menit.
- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah,
elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda
-tanda depresi pernafasan.
- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan
intensif.

Penanganan kejang bisa dilihat pada algoritma penanganan kejang sebagai
berikut:

2. Secondary Survey

Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang.Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obatobatan,trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.
Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda
trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi,atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab. Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal,
elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis



1. Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus, obat pilihan utama adalah diazepam IV.
2. Pengobatan penunjang.
Semua pakaian ketat dibuka.
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu lakukan intubasi / trakeostomi.
Penghisapan lender harus sercara teratur dan berikan oksigen.
3. Memberikan pengobatan hemat.
Daya kerja diazepam sangat singkat, yaitu 45-60 menit sesudah disunntikkan, oleh karena itu harus diberikan obat anti epileptik dengan daya kerja lebih lama misal : fenobarbital, fenilhidaatoin.
Pengobatan ini dibagi 2 bagian :
- Pengobatan profilaksis intermiten.
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali. Pasien yang menderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran antikonvulsan adan antipiretika yang harus diberikan kepada anak bila menderita demam lagi.
- Profilaksis jangka panjang.
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teraupetik yang stabil dan cukup di dalam darah pasien untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah :
-Fenobarbital dosis 4-5 mg/kg BB/hari.
-Sodium valproat / asam valproat ( epilin, depakene ) dosis 20-30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. -Fenitoin ( dilantin ).
Pemberian anti konvulsi pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti pengobatan epilepsi. Menghentikan pengobatan antikonvunsan kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.

4. Mencari dan mengobati penyebab.
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan OMA.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN KEJANG DEMAM

A. Observasi
1. Indentitas pasien.
2. Keluhan utama.
Anak dalam keadaan suhu tubuh tinggi dan kejang-kejang.

3. Riwayat penyakit sekarang.
Klien menderita penyakit infeksi seperti tonsilitis, OMA, kenaikan suhu tubuh 38-40 oC atau lebih diikuti aktivitas kejang 15 menit berhenti dengan sendirinya. Kemudian timbul lagi jilka suhu tubuh meningkat diatas normal setelah beberapa jam. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reksi apapun sejenak, tapi setelah beberapa detik / menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan syaraf. Selama aktivitas kejang berbentuk tonik-klonik, tonok, fokal, klonik akinetik. Akibat kejang yang terlalu berat klien bisa mengalami truma. Untuk mengurangi keluhan bisa dikompres dingin dan antipiretik atau pemberian antibiotika untuk mengurangi penyakit infeksi jika aktivitas kejang tidak ada. Hal yang memperberat yaitu keadaan peningkatan suhu tubuh itu sendiri dan kurang pengetahuan keluarga.

4. Riwayat penyakit dahulu.
Tanyakan pada keluharga mengenai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang sebelumnya, atau pernah menderita penyakit syaraf sebelum dan sesudah mendapat kejang, apakah anak menderita retardasi mental, bagaimana riwayat tumbuh kembangnya.

5. Riwayat penyakit keluarga.
Tanyakan pada keluarga mengenai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang, gangguan sistem persyarafan / gangguan mental. Selain itu tanyakan tentang penyakit keturunan, kardiuvaskuler, metabolik, dsb.

6. Riwayat psikososial
Tanyakan pada orang tuanya tentang immunisasi, apakah anak demam setelah diberi immunisasi dan apakah bila anak demam karena penyakit tetap diberi vaksin immunisasi. Bangaimana pengetahuan keluarga mengenai demam dan kejang serta penanganannya.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi
Klien tampak kejang, aktkivitas otot tonik-klonik, tonik, klonik, fokal dan akinetik, berlangsung 15 menit, takikardi

2. Palpasi
Suhu tubuh 38 oC, palpasi keadaan denyut jantung, nadi, kontraksi otot tonik-klonik, klonik, tonik.

3. Perkusi
Perkusi keadaan perut, dada/paru, biasanya dalam keadaan normal, kecuali ada penyakit penyerta atau penyakit infeksi lainnya.

4. Auskultasi
Denyat jantung tidak teratur, hipotensi arterial.

C. STUDI DIAGNOSTIK
Hasil normal EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal/tidak menunjukkan gejala kelainan. Pemeriksaan darah tergantung penyakit infeksi yang dapat menyebabkan demam. Gas darah arteri perlu jika terjadi distress pernafasan.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman / panas dan nyaman b/d proses infeksi, tindakan perawatan : pemasangan infus, suction dan efek hospitalisasi, dimanifestasikan dengan ; terpasang infus, suction, gelang-gelang pengaman, suhu tubuh meningkat 38 oC, klien gelisah dan tidak kolaboratif.
Tujuan : rasa nyaman dan nyaman terpenuhi/tidak ada gangguan rasa nyaman dan nyaman.
Kriteria : klien menunjukkan kolaboratif dengan tindakan keperawatan, suhu tubuh normal ( 36,5-37 oC ).
Intervensi :
- Kaji tingkat ketidak nyamanan dan ketidak amanan klien.
- Lakukan tindakan keperawtan dengan lemah lembut dan kasih sayang.
- Beri kompres dingin di daerah frontal/axilla secara bertahap.
- Lakukan tindakan keperawatan dengan teknik pedeatrik ; mainan/canda.
- Beri minum yang cukup.
- Kaji / observasi suhu tubuh tiap 2 jam.
- Buka baju klien.
- Jika terjadi hiperpireksia, lakukan hibernasi dengan kompres alkohol / es dengan obat klopromazin / prometazon..
- Buka/lepas gelang-gelang pengaman jika awitan kejang hilang dan klien sadar.
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antipiretik

2. Kecemasan orang tua b/d kurang pengetahuan tentang penyakit anaknya, dimanifestasikan ; orang tua selalu menanyakan tentang keadaan anaknya, orang tuanya cemas, meremas-remas tangannya.
Tujuan : kecemasan orang tua berkkurang/tidak ada.
Kriteria : orang tua tidak banyak bertanya tentang keadaan anaknya dan tidak menunjukkan keadaan cemas.
Intervensi :
- Kaji tingkat kecemasan orang tua.
- Jelaskan pada orang tuan tentang proses penyakit dan prognosisnya.
- Kaji dan indentifikasi koping orang tua terhadap kecemasan.
- Beri wakktu orang tua untuk mengaekspresikan perasaannya.
- Beri penjelasan pada orang tua tentang pencegahan dan penanganan bila terjadi kejang demam

3. Resiko terjadi truma b/d aktivitas kejang, dimanifestasikan : klien kejang, otot tonik-klonik.
Tujuan : tidak terjadi truma.
Kriteria : kejang berkurang/hilang, aktivitas otot tonik-klonik berkurang/ hilang.
Intervensi :
- Baringkan klien di tempat yang rata dan aman.
- Pasang sulit lidahdan gudel.
- Beri gelang-gelang pengaman/pagal di pinggir tempat tidur.
- Anjurkan klien untuk mendampingi klien setiap waktu.
- Hindari benda-benda berbahaya dan tajam di sekitatr klien.
- Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan.

4. Resiko terjadi kerusakan sel otak b/d aktivitas kejang, peningkatan permebilitas kapiler, peningkatan metabolesme otak, kontriksi pembuluh darah dan asidosis laktat, dimanifestasikan : anoxia, suhu tubuh meningkat 38oC, tachipnea, hipotensi arterial, denyut jantung ereguler, kejang berlangsung lama 15 menit.
Tujuan : kerusakan sel otak tidak terjadi.
100Kriteria : suhu tubuh normal (36,5-37oC ), eupnea, nadi reguler kali/menit, kejang berkurang / hilang, tonik-klonik otot berkurang/hilang.
Intervensi :
- Observasi tanda vital tiap 2 jam.
- Baringkan klien di tempat yang datar.
- Lakukan suction dan miringkan kepala klien.
- Beri oksigen sesuai pesanan.
- Bari terapi IV dengan kadar Na yang tidak terlalu tinggi.
- Kolaborasi dalam pemberian kortikosteroid/glukokortikoid.
- Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan seperti diazepam/fenobarbital.
- Bila kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obatan maka sebaiknya klien segera dirujuk ke ICU.
- Kolaborasi dengan radiologi dalam pemeriksaan EEG.

5. Resti terjadi distress pernafasan ; apnea b/d kontriksi pembuluh darh otak terhadap sistem syaraf pernafasan, aktivitas kejang yang berlebihan/berat, dimanifestasikan : tachipnea, kejang yang berlebihan/berat, anoxia.
Tujuan : distress pernafasan tidak terjadi.
Kriteria : eupnea (18-22 kali/menit), kejang berkurang/hilang, anoxia jaringan tidak ada.
Intervensi :
- Observasi tanda vital tiap 2 jam.
- Barkingkan klien di tempat yang datar.
-Lakukan suction dan miringkan kepala klien.
- Buka pengikat pakaiyan ( ikat pinggang ) klien.
- Beri oksigen sesuai pesanan.
- Kolaborasi dalam pemberian kortikosteroid / glukokortikoid (dexamethason).
-Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan seperti diazepam/fenobarbital.

3. Rujukan
Mesti harus dirujuk :
1. Bila kejang tidak dapat diatas dengan kombinasi antikonvulsan
2. Bila bentuk kejang mulai banyak terlihat

Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:

1. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5C.
Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).
2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut
• Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
• Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
• Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
• Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
• Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
• Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas. Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut : • Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat • Pemberian oksigen melalui face mask • Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus • Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan • Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) PROGNOSIS

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapat¬kan:
• Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%.
• Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila ha¬nya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang ab¬normal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.




No comments:

Post a Comment