Monday, May 23, 2011

Penyakit Berbasis Lingkungan

Penyakit berbasis lingkungan merupakan kondisi patologis yang mengakibatkan terjadinya kelainan baik secara morfologi maupun fisiologi yang diakibatkan karena interaksi antar manusia maupun interaksi dengan hal - hal yang berada di lingkungan sekitar yang berpotensi menimbulkan penyakit.

Menurut Pedoman Arah Kebijakan Program Kesehatan Lingkungan Pada Tahun 2008 menyatakan bahwa Indonesia masih memiliki penyakit menular yang berbasis lingkungan yang masih menonjol seperti DBD, TB paru, malaria, diare, infeksi saluran pernafasan, HIV/AIDS, Filariasis, Cacingan, Penyakit Kulit, Keracunan dan Keluhan akibat Lingkungan Kerja yang buruk..  Pada tahun 2006, sekitar 55 kasus yang terkonfirmasi dan 45 meninggal (CFR 81,8%), sedangkan tahun 2007 - 12 Februari dinyatakan 9 kasus yang terkonfirmasi dan diantaranya 6 meninggal (CFR 66,7%). Adapun hal - hal yang masih dijadikan tantangan  yang perlu ditangani lebih baik oleh pemerintah yaitu terutama dalam hal survailans, penanganan pasien/penderita, penyediaan obat, sarana dan prasarana rumah sakit.

Paradigma Kesehatan Lingkungan
Dalam upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, maka perlu diketahui perjalanan penyakit atau patogenesis penyakit tersebut, sehingga kita dapat melakukan intervensi secara cepat dan tepat.

source : Ahmadi,2005
Dengan melihat skema diatas, maka patogenesis penyakit dapat diuraikan menjadi 4 (empat) simpul, yakni :

Simpul 1: Sumber Penyakit
Sumber penyakit adalah sesuatu yang secara konstan mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit merupakan komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit baik melalui kontak secara langsung maupun melalui perantara.
Beberapa contoh agent penyakit:
Agent Biologis: Bakteri, Virus, Jamur, Protozoa, Amoeba, dll
Agent Kimia : Logam berat (Pb, Hg), air pollutants (Irritant: O3, N2O, SO2, Asphyxiant: CH4, CO), Debu dan seratt (Asbestos, silicon), Pestisida, dll
Agent Fisika : Radiasi, Suhu, Kebisingan, Pencahayaan, dll

Simpul 2: Komponen Lingkungan Sebagai Media Transmisi,
Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karna dapat memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim dikena sebagai media transmisi adalah:
- Udara
- Air
- Makanan
- Binatang
- Manusia / secara langsung

Simpul 3: Penduduk
Komponen penduduk yang berperan dalam patogenesis penyakit antara lain:
- Perilaku
- Status gizi
- Pengetahuan
- dll

Disini, dapat disimpulkan bahwa faktor resiko baik dari segi lingkungan maupun perilaku dari penduduk itu sendiri memiliki pernanan yang penting dalam penyebaran penyakit menular yang berbasis lingkungan ini.

Adapun disini kita memberi contoh untuk penyakit menular berbasis lingkungannya adalah malaria. 

Faktor Resiko Lingkungan 
1. Faktor Lingkungan

a. Lingkungan Fisik

1) Suhu udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklu sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik,dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pada suhu 26,7oC masa inkubasi ekstrinsik pada spesies Plasmodium berbeda-beda yaitu P.falciparum 10 sampai 12 hari, P.vivax 8 sampai 11 hari, P.malariae 14 hari P.ovale 15 hari.
1 Menurut Chwatt (1980), suhu udara yang optimum bagi kehidupan nyamuk berkisar antara 25-30o C. 
2 Menurut penelitian Barodji (1987) bahwa proporsi tergigit nyamuk Anopheles menggigit adalah untuk di luar rumah 23- 24oC dan di dalam rumah 25-26oC sebagai suhu optimal

2) Kelembaban udara
Kelembaban berpengaruh terhadap umur nyamuk. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahan, dan lain-lain dari nyamuk. Tingkat  kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Menurut penelitian Barodji (1987) menyatakan bahwa nyamuk Anopheles paling banyak menggigit di luar rumah pada kelembaban 84-88% dan di dalam rumah 70-80%. Ketinggian Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas permukaan laut;

4) Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau keluar rumah, adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dengan nyamuk. Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung kepada arah angin. Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa terbawa sampai 30 km 

5) Hujan
Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan jenis vektor dan jenis tempat perkembangbiakan (breeding place). Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles
6) Sinar matahari
Sinar matahari memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada spesies nyamuk. Nyamuk An. aconitus lebih menyukai tempat untuk berkembang biak dalam air yang mendapat sinar matahari dan adanya peneduh. Spesies lain tidak menyukai air dengan sinar matahari yang cukup tetapi lebih menyukai tempat yang rindang. Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh, An. hyrcanus spp dan An. punctulatus spp lebih menyukai tempat yang terbuka, dan An. barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun yang terang

7) Arus air
An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis /mengalir lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer menyukai air tergenang. An. maculatus berkembang biak pada genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau berhenti. Beberapa spesies mampu untuk berkembang biak di air tawar dan air asin seperti dilaporkan di Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur, NTT bahwa An. subpictus air payau ternyata di laboratorium mampu bertelur dan berkembang biak sampai menjadi nyamuk dewasa di air tawar seperti nyamuk Anopheles lainnya
8) Keadaan dinding
Keadaan rumah, khususnya dinding rumah berhubungan dengan kegiatan penyemprotan rumah (indoor residual spraying) karena insektisida yang disemprotkan ke dinding akan menempel ke dinding rumah sehingga saat nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan insektisida tersebut. Dinding rumah yang terbuat dari kayu memungkinkan lebih banyak lagi lubang untuk masuknya nyamuk. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Piyarat (1986) dibagian timur Thailand menemukan hubungan antara keadaan/tipe rumah dengan kejadian malaria (p=0,000).36 Penelitian Suwendra (2003) menyebutkan bahwa ada hubungan antara keadaan dinding/lantai rumah dengan kejadian malaria (p=0,000), dimana rumah dengan dinding/lantai berlubang berpeluang menderita malaria 2,74 kali dibandingkan dengan rumah yang keadaan dinding/lantai rapat.37 Penelitian Yoga (1999) menyatakan bahwa penduduk dengan rumah yang dindingnya banyak berlubang berisiko sakit malaria 18 kali di 36 banding dengan rumah penduduk yang mempunyai dinding
rapat 

9) Pemasangan kawat kasa
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan menyebabkan semakin kecilnya kontak nyamuk yang berada di luar rumah dengan penghuni rumah, dimana nyamuk tidak dapat masuk kedalam rumah. Menurut Davey (1965) penggunaan kasa pada ventilasi dapat mengurangi kontak antara nyamuk Anopheles dan manusia. Hasil penelitian Rizal (2001) menyebutkan bahwa masyarakat yang rumahnya tidak terlindung dari nyamuk mempunyai risiko 2 kali untuk tertular malaria dibandingkan dengan rumah yang terlindung dari nyamuk.Demikian juga penelitian Masra (2002), yaitu ada hubungan antara pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah dengan kejadian malaria (p=0,000, OR=5,689).41 Penelitian Suwendra juga menyebutkan adanya hubungan antara kawat kasa dengan kejadian malaria (p=0,000, OR=3,407).37 Menurut penelitian Akhsin bahwa ada hubungan antara pemasangan kawat kasa dengan kejadian malaria (p=0,013, OR=10,67). 42 
b. Lingkungan Kimia
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perkembangbiakan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar antara 12 – 18 0/00 dan tidak dapat berkembang biak pada kadar garam 40 0/00 ke atas, meskipun di beberapa tempat di
Sumatera Utara An. sundaicus ditemukan pula dalam air tawar. An.letifer dapat hidup ditempat yang asam/pH rendah.

c. Lingkungan Biologi
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan
mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah.

2. Lingkungan Sosial Budaya dan Perilaku

Banyak teori yang mencoba mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (1980). Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu:

- Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai,dsbnya;
- Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,dsbnya;
- Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.Berikut adalah beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko terhadap kejadian malaria
a. Kebiasaan keluar rumah
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk.Kebiasaan penduduk berada di luar rumah pada malam hari dan juga tidak berpakaian berhubungan dengan kejadian malaria 
b. Pemakaian kelambu
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemakaian kelambu secara teratur pada waktu tidur malam hari mengurangi kejadian malaria. Menurut penelitian Piyarat (1986), penduduk yang tidak menggunakan kelambu secara teratur mempunyai risiko kejadian malaria 6 kali dibandingkan dengan yang menggunakan kelambu.36 Penelitian Fungladda (1986) menyebutkan ada perbedaan yang bermakna antara pemakaian kelambu setiap malam dengan kejadian malaria (p=0,046) sebesar 1,52 kali.44 Penelitian Suwendra (2003), menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria (p=0,000).Penelitian Masra (2002), menunjukkan ada hubungan antara kebiasan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria (p=0,000). Penelitian CH2N-UGM (2001) menyatakan bahwa individu yang tidak menggunakan kelambu saat tidur berpeluang terkena malaria 2,8 kali di bandingkan dengan yang menggunakan kelambu saat tidur; 
c. Obat anti nyamuk
Kegiatan ini hampir seluruhnya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat seperti menggunakan obat nyamuk bakar, semprot, oles maupun secara elektrik. Penelitian Subki (2000), menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria (p=0.001)  selain faktor-faktor tersebut diatas, kejadian- kejadian seperti konflik antar penduduk, gempa bumi, tsunami dan perpindahan penduduk dapat pula menjadi faktor penting untuk meningkatkan malaria. Peningkatan pariwisata dan perjalanan dari daerah
endemik mengakibatkan meningkatnya kasus malaria yang diimport. Nyamuk Anopheles yang biasanya hanya ditemukan di daerah dataran rendah, sekarang bahkan bisa ditemukan di daerah pegunungan, yang tingginya diatas 2000 m dari permukaan laut. Penyebaran ini juga dibantu oleh pengaruh angin yang membuat nyamuk mampu mencapai 40 km (secara teoritis hanya bisa terbang 2-3 km). Penyebaran malaria juga ditunjang dengan adanya alat-alat transportasi moderen yang cepat, sebagian besar masyarakat yang berasal dari daerah non malaria menjadi terpapar oleh infeksi, dan terpengaruh secara serius setelah mereka kembali pulang dan kemudian menjadi sarana penularan dan penyebaran malaria.
Nyamuk Anopheles
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria

Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
1. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat.
2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina.
3. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana.
4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax atau P. malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi,. infeksi campuran ini biasanya terjadi terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.

Siklus Hidup Nyamuk Anopheles
Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan-tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama dengan tingkatan yang berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu :
1. Tingkatan di dalam air.
2. Tingkatan di luar temp at berair (darat/udara).

Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, siklus hidup nyamuk akan terputus. Tingkatan  kehidupan yang berada di dalam air ialah: telur. jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada didalam air, maka telur akan menetas dan keluar jentik. Jentik yang baru keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Dalam pertumbuhannya jentik anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali.Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu, keadaan makanan serta species nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya.Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah mampu terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya didarat atau udara. Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina kebanyakan banya kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi setelah 24 -48 jam dari saat keluarnya dari kepompong.

Beberapa Aspek Perilaku (Bionomik) Nyamuk
Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan, umur, populasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi berupa lisan fisik (musim. kelembaban. angin. matahari, arus air). lingkungan kimiawi (kadar gram, PH) dan lingkungan biologik seperti tumbuhan bakau, gangang vegetasi disekitar tempat perindukan dan musim alami. Sebelum mempelajari aspek perilaku nyamuk atau makhluk hidup lainnya harus disadari bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan biologik selalu ada variasinya. Variasi tingkah laku akan terjadi didalam spesies tunggal baik didaerah yang sama maupun berbeda. Perilaku binatang akan mengalami perubahan jika ada rangsangan dari luar. Rangsangan dari luar misalnya perubahan cuaca atau perubahan lingkungan baik yang alami manpun karena ulah manusia.
Jika kita tinjau kehidupan nyamuk ada tiga macam tempat yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Hubungan ketiga tempat tersebut dapat dilukiskan dengan bagan sebagai berikut:

Untuk menujang program pemberantasan malaria perilaku vektor yang ada hubungannya dengan ketiga macam tempat tersebut penting untuk diketahui seperti
terlihat dibawah ini:

1. Perilaku Mencari Darah.
Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari.
b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah.
c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu.
d. Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam.

2. Perilaku Istirahat.
Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (AnAconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus). Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat.

3. Perilaku Berkembang Biak.
Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (an. Sundaicus), ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. Umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.

4. Keterangan mengenai vektor yang perlu dipelajari ialah:
a. Umur Populasi Vektor.
Umur nyamuk bervariasi tergantung pada species dan dipengaruhi keadaan lingkungan. Ada banyak cara untuk mengukur unsur populasi nyamuk. Salah satu cara yang paling praktis dan cukup memungkinkan ialah dengan melihat beberapa persen nyamuk porous dari jumlah yang diperiksa. Nyamuk parous adalah nyamuk yang telah pernah bertelur, yang dapat diperiksa dengan perbedahan indung telur (ovarium).Misalnya dari 100 ekor nyamuk yang dibedah indung telurnya ternyata 80 ekor telah parous, maka persentase parous populasi nyamuk tersebut adalah 80%. Penentuan umur nyamuk ini sangat penting untuk mengetahui kecuali kaitannya dengan penularan malaria data umur populasi nyamuk dapat juga digunakan sebagai para meter untuk menilai dampak upaya pemberantasan vektor (penyemprotan, pengabutan dan lain-lain).
b. Distribusi Musiman.
Distribusi musiman vektor sangat penting untuk diketahui. Data distribusi musiman ini apabila dikombinasikan dengan data umur populasi vektor akan menerangkan musim penularan yang tepat. Pada umumnya satu species yang berperan sebagai vektor, memperlihatkan pola distribusi manusia tertentu. Untuk daerah tropis seperti di Indonesia pada umumnya densitas atau kepadatan tinggi pada musim penghujan, kecuali An.Sundaicus di pantai selatan Pulau Jawa dimana densitas tertinggi pada musim kemarau
c. Penyebaran Vektor.
Penyebaran vektor mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan serangga. Penyebaran nyamuk dapat berlangsung dengan dua cara yaitu: cara aktif, yang ditentukan oleh kekuatan terbang, dan cara pasif dengan perantaraan dan bantuan alat transport atau angin.

CARA PENULARAN PENYAKIT MALARIA 
Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:
1. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles.
2. Penularan yang tidak alamiah.

a. Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.
b. Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).
c. Secara oral (Melalui Mulut).
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh Penyakit Malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodia yang biasanya menyerang manusia Infeksi malaria pada waktu yang lalu sengaja dilakukan untuk mengobati penderita neurosifilis yaitu penderita sifilis yang sudah mengalami kelainan pada susunan sarafnya cara ini sekarang tidak pernah lagi dilakukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penularan alamiah seperti adanya gametosit pada penderita, umur nyamuk kontak antara manusia dengan nyamuk dan lain-lain.
VEKTOR MALARIA DI INDONESIA
Indonesia merupakan daerah yang sangat luas yang terdiri dari pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke. Vektor penyakit malaria di Indonesia melalui nyamuk anopheles. Anopheles dapat disebut vektor malaria disuatu daerah, apabila species anopheles tersebut di daerah yang bersangkutan telah pernah terbukti positif mengandung sporosoit didalam kelenjar ludahnya.
Disuatu daerah tertentu apabila terdapat vektor malaria dari salah satu species nyamuk anopheles, belum tentu di daerah lain juga mampu menularkan penyakit malaria.
Nyamuk anopheles dapat dikatakan sebagai vektor malaria apabila memenuhi
suatu persyaratan tertentu diantaranya seperti yang di sebutkan dibawah ini.
1. Kontaknya dengan manusia cukup besar.
2. Merupakan species yang selalu dominan.
3. Anggota populasi pada umumnya berumur cukup panjang, sehingga memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan plasmodium hingga menjadi sporosoit
4. Ditempat lain terbukti sebagai vektor
Ada beberapa jenis vektor malaria yang perlu diketahui diantaranya.
1. An. Aconitus.
2. An. Sundaicus.
3. An. Maculatus.
4. An. Barbirostris.

An. Aconitus
Vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun 1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana kandang ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.Vektor Aconims biasanya aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari dm-ah didalam rumah penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap didaerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab.
Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan kolam air tawar.
Distribusi dari An- Aconims, terdapat hubungan antara densitas dengan umur padi disawah. Densitas mulai meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan mencapai puncaknya setelah padi berumur lima sampai enam minggu.

An. Sundaicus
An. Sundaictus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun 1925. Pada vektor jenis ini umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul 22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, hinggap didinding baik sebelum maupun sesudah menghisap darah.
Perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara, pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari, jenis vektor An. Sundaicus istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang An. Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari tempat perindukan nyamuk tersebut .
Vektor An. Slmdaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik ditempat perindukan tidak merata dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput dipinggir Sungai atau pun parit.Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang biak, adalah yang terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara sungai, tambak ikan, galian -galian yang terisi air di sepanjang pantai dan lain -lain.

An. Maculatus.
Vektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun 1901. Vektor An. Maculatus betina lebih sering mengiisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor jenis ini akti fmencari darah pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00 Wib.
Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang spesifik vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan hanyut terbawa banjir.

An. Barbirostris.
Vektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul 23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali.
Pada siang hari nyamuk jenis ini hanya sedikit yang dapat ditangkap, didalam rumah penduduk, karena tempat istirahat nyamuk ini adalah di alam terbuka. paling sering hinggap pada pohon-pohon seperti pahon kopi, nenas dan tanaman perdu disekitar rumah. Tempat berkembang biak (Perindukan) vektor ini biasanya di sawah –sawah dengan saluran irigasinya kolam dan rawa-rawa. Penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah. Dari pengamatan yang dilakukan didaerah Sulawesi Tenggara vektor An. Barbirotris ini paling tinggi jumlahnya pada bulan Juni.
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut :

1. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.
2. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup.
Sesuai dengan hal tulisan di atas, penulis mencoba menyampaikan suatu metode pengendalian/pemberantasan nyamuk malaria secara sederhana.

1. Pemberantasan Vektor Malaria dengan cara Sederhana.
Pemberantasan secara sederhana ini adalah dilakukan untuk anopheles aconitus dan Anopheles sundaicus yang merupakan vektor malaria. Dalam pemberantasan ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan dengan melihat umur tanaman padi, khususnya tanaman padi rata-rata 4 minggu setelah tanam, karena hal ini menerangkan densitas aconitus mulai meninggi. Tempat perindukan nyamuk anopheles aconitus adalah tempat yang tertutup oleh tanaman air, sedangkan bila permukaan airnya bersih densitasnya rendah, pada hakekatnya
tinggi rendahnya densitas anopheles aconitus sulit di ramalkan. Dari hasil suatu penelitian dan pengamatan, untuk menanggulangi nyamuk aconitus dapat dilakukan dengan pengendalian yang sederhana yaitu dengan caranon kimiawi yang tidak mempunyai efek pencemaran lingkungan. Cara ini dapat dilakukan secara gotong-royong maupun perorangan oleh masyarakat.

1.1. Pengamatan Vektor
Pengamatan vektor sangat penting karena dari kegiatan ini akan terkumpul data yang menerangkan keadaan dan perilaku vektor (nyamuk aconitus) pada suatu waktu. Cara pemberantasan sederhana ini dilakukan terlebih dahulu meninjau lapangan dan menganalisa keadaan lingkungan, khusus tempat peridukan vektor. Nyamuk anopheles aconitus tempat perindukan sering di jmnpai di sawah dan saluran irigasi, dan daerah yang petaninya tidak menanam padi dengan serentak, pada daerah seperti ini densitas anopheles aconitus tinggi. Bila penanaman padi oleh petani dilakukan dengan serentak maka densitas nyamuk tersebut anopheles aconitus menyenangi darah hewan binatang akan tetapi banyak di jumpai menggigit orang diluar rumah, tempat istirahat utama adalah tebing parit, Sungai yaitu di bagian dekat air yang lembab,nyamuk ini di dalam rumah akan hinggap di bagian bawah dinding setinggi + 80 cm dari lantai.

1.2. Pemberantasan

Penyebaran anopheles aconitus terutama dijumpai pada daerah persawahan, sebenarnya upaya  pemberantasan vektor utama yang dapat dilakukan adalah penyemprotan runah serta bangunan-bangunan lainnya, seperti dengan menggunakan fenitrothion, namun pemberantasan ini membutuhkan biaya
berlipat ganda, dan harus di sadari bahwa dengan penyemprotan adalah suatu kebijaksanaan jangka pendek sedangkan jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan. Cara sederhana diharapkan, yang memungkinkan
dapat dilakukan oleh masyarakat dan mampu mengerjakannya.
1.2.1. Untuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani diharapkan merawat
saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada kantong-kantong air hingga air mengalir lancar, dan menanam padi harus serentak sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada periode pendek yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam.
1.2.2. Pengendalian Jentik
Perkembangan jentik hingga dewasa membutuhkan air jika tidak ada air akan mati, maka pengeringan berkala sawah hingga kering betul, merupakan cara pengendalian jentik anopheles aconitus yang dapat dilakukan oleh masyarakat petani. Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk diperlukan waktu 13-16 hari, karenanya pengeringan cukup dilakukan dipersawahan, yang dilakukan setiap 10 kali selama 2 hari. Cara lain yaitu petani diharapkan membudayakan tanaman selang-seling antara tanaman berair dengan tanaman tanpa air misalnya palawija, penebaran ikan pemakan jentik. ikan yang di tebarkan tidak mesti ikan kecil tetapi dapat ikan yang mempunyai nilai ekonomi misalnya ikan mujahir, semua keterangan diatas adalah untuk pengendalian jentik. 
1.2.3. Pengendalia nyamuk dewasa dengan hewan ternak
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk anopheles aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan anopheles aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong
dekat dengan rumah). Perlu diketahui bahwa nyamuk anopheles aconitus ini memiliki ciri-cirinya berwarna agak kehitam-hitaman dan rusuk ke 6 mempunyai 3 noda hitam, jumpai pada ujung rusuk ke 6 putih serta moncong (promboces) separuh bagian ke ujungnya coklat ke kuning-kuningan. Nyamuk anopheles aconitus banyak dijumpai didaerah pulau jawa sedangkan di Sumatera Utara banyak dijumpai didaerah Tapanuli.
 Daftar Pustaka
  1. Pedoman Arah Kebijakan Program Kesehatan tahun 2009
  2. Jeppry Kurniawan. Analisis faktor Resiko Lingkungan dan Prilaku terhadap kejadian malaria di Kabupaten Asmat tahun 2008
  3. Hiswani.Gambaran  Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia
  4. Rachmadani Purwana. Manajemen Faktor Resiko - kesehatan Lingkungan
  5. Nurmaini. Mengidentifikasi Vektor dan Pengendalian Nyamuk Anopheles acoinitus secara sederhana

No comments:

Post a Comment